Kartu Kredit memberi kemudahan bagi nasabah dalam bertransaksi. Namun Gesek Tunai (GesTun) dilarang oleh Bank Indonesia yang bisa saja merugikan pemilik kartu kredit.
Kartu kredit merupakan alat pembayaran non tunai yang memberikan kemudahan bagi para nasabahnya dalam bertransaksi. Namun, di saat situasi keuangan sedang terjepit, tidak sedikit para nasabah yang melakukan Gesek Tunai kartu kredit (GesTun). Bank Indonesia melarang aktivitas GesTun baik kepada merchant maupun para nasabah supaya dapat menghindari kerugian.
Praktik penyalahgunaan kartu kredit menjadi sorotan Bank Indonesia karena kartu kredit beralih fungsi dari yang semula sebagai alat pembayaran berubah menjadi alat untuk berhutang. Para nasabah melakukan aktivitas GesTun dengan tujuan menarik uang tunai dengan mudah. Padahal, praktik GesTun di merchant dinilai sangat tidak aman karena rawan tindakan kejahatan.
Meskipun Anda memiliki kartu kredit, Anda tidak bisa menggunakannya sembarangan. Penggunaan kartu kredit harus sangat hati-hati supaya tidak menjadikan beban di kemudian hari karena banyaknya hutang yang menumpuk. Penggunaan kartu kredit harus dengan bijak supaya tidak terjadi penyalahgunaan. Bank Indonesia melarang praktik GesTun karena beberapa alasan berikut ini.
1. Rawan Tindakan Pencucian Uang
Tindakan Pencucian Uang atau Money Laundrying adalah masalah yang akan dihadapi oleh para nasabah yang nekat melakukan praktik GesTun. Pasalnya, praktik GesTun dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab dalam hal penyaluran uang hasil tindak pidana kepada para nasabah. Alih-alih mendapat keuntungan, namun yang didapat malah kerugian besar.
Selain itu, praktik GesTun yang dilakukan di sejumlah merchant tertentu rentan pembobolan kartu kredit maupun rekening, pencurian, bahkan penyalahgunaan data. Akan lebih berbahaya lagi apabila para nasabah melakukan praktik terlarang tersebut dengan jasa penyedia gesek tunai. Sehingga, praktik gesek tunai tersebut justru akan merugikan para nasabah karena rawan pencucian uang.
2. Fungsi Kartu Kredit Berubah
Fungsi utama kartu kredit adalah sebagai alat pembayaran, namun dengan aktivitas gesek tunai maka fungsi kartu kredit berubah menjadi alat penumpuk hutang. Para nasabah yang menggunakan kartu kredit untuk memenuhi gaya hidupnya yang tinggi pasti akan terlibat masalah keuangan di kemudian hari. Karena terbiasa melakukan gesek tunai, nasabah bisa mengalami pemborosan.
Ada pula para nasabah yang melakukan gesek tunai kartu kredit saat kondisi keuangan sedang darurat. Merasa banyak keuntungan, sehingga para nasabah menggunakan jasa gesek tunai kartu kredit supaya cepat mendapatkan dana dalam jumlah tak terbatas. Salah satu jasa gesek tunai yang dapat membantu para nasabah adalah merchant yang menggunakan mesin EDC.
Padahal, tidak sedikit merchant yang justru akan membuat susah para nasabah karena data transaksi gesek tunai yang dilakukan oleh para nasabah tersebut rawan disalahgunakan oleh merchant yang tidak bertanggung jawab. Sehingga, fungsi kartu kredit tidak lagi menjadi alat pembayaran, namun berubah menjadi alat penumpuk hutang karena pinjamannya semakin besar.
3. Nasabah Semakin Konsumtif
Fitur gesek tunai kartu kredit dianggap sangat menguntungkan oleh para nasabah karena pencairan uang akan lebih mudah dengan cara tersebut. Padahal, aktivitas gesek tunai ini justru akan membuat para nasabah menjadi semakin konsumtif karena merasa uang yang mereka keluarkan bukan uang mereka pribadi. Sehingga, hutang semakin merajalela dan menyulitkan para nasabah.
Kondisi finansial yang sedang buruk memicu para nasabah melakukan aktivitas gesek tunai kartu kredit. Padahal, gesek tunai kartu kredit sama artinya dengan berhutang. Berbeda halnya dengan kartu debit, yang mana gesek kartu debit sama sekali tidak menimbulkan hutang karena uang yang dicairkan adalah uang para nasabah sendiri yang berasal dari rekening tabungan mereka.
4. Tagihan Membengkak
Karena aktivitas gesek tunai kartu kredit menjadikan para nasabah semakin konsumtif, hal tersebut membuat tagihan para nasabah berpotensi semakin membengkak. Ketika para nasabah melakukan aktivitas gesek tunai, ada potongan biaya penarikan sebesar 3% sekali gesek. Semakin sering para nasabah melakukan gesek tunai kartu kredit, semakin besar pula tagihannya.
Tagihan yang semakin besar akan semakin membebani para nasabah dengan banyaknya bunga yang harus dibayar di kemudian hari. Karena semakin banyak bunga yang harus dibayar, maka lilitan hutang para nasabah juga semakin besar. Ambang batas hutang yakni tidak lebih dari 30% dari penghasilan atau gaji. Sehingga, para nasabah harus berhati-hati dengan hal tersebut.
5. Terlilit Bunga yang Besar
Salah satu keuntungan yang dianggap para nasabah menguntungkan dari aktivitas gesek tunai kartu kredit adalah bunganya yang lebih rendah dibandingkan dengan tarik tunai yang dilakukan di ATM. Hal tersebut dianggap transaksi ritel yang mana tarik tunai di ATM akan dikenakan bunga 2,95 %, sedangkan melalui gesek tunai kartu kredit hanya dikenakan bunga transaksi ritel sebesar 2,25%.
Ada beberapa bank yang menerapkan sistem bunga tarik tunai yang dilakukan di ATM sama dengan transaksi ritel. Namun, keuntungan berupa bunga yang lebih rendah saat gesek tunai kartu kredit tersebut malah justru akan membuat para nasabah semakin rugi karena semakin sering gesek tunai, bunga semakin besar, sehingga tagihan membengkak tak terkendali.
6. Terjebak Hutang
Kartu kredit tidak memiliki batasan limit penarikan dana saat para nasabah melakukan aktivitas gesek tunai. Hal tersebut merupakan keuntungan bagi mereka karena mereka bisa mendapatkan dana tanpa ada batasan limit penarikan dana sama sekali dengan cara tersebut. Berbeda dengan penarikan dana melalui ATM, nasabah hanya bisa melakukan penarikan 40-60% dari limit kartu.
Dengan fasilitas kebebasan jumlah limit penarikan dana dari aktivitas gesek tunai kartu kredit, para nasabah menjadi terlena dan lupa untuk selalu menjaga keseimbangan keuangan mereka. Sehingga, keuntungan yang mereka rasakan tersebut berubah menjadi jebakan dan menjerat para nasabah dengan hutang yang tak terkira jumlahnya.
7. Dipersulit Membuat Kartu Kredit Baru
OJK akan mencatat para nasabah yang kerap melakukan transaksi gesek tunai sehingga aktivitas mereka akan direkam oleh OJK sebagai riwayat kredit yang buruk. Bank akan mempersulit bahkan menolak pengajuan pembuatan kartu kredit baru bagi calon nasabahnya yang terbukti sering melakukan transaksi gesek tunai dalam riwayat penggunaan kartu kreditnya yang lama.
Aktivitas gesek tunai yang pernah dilakukan oleh calon nasabah akan dianggap Bank sebagai riwayat kredit yang tidak baik, sehingga tidak mudah untuk calon nasabah bisa membuat pengajuan kartu kredit baru. Bahkan, resiko terbesarnya adalah calon nasabah tidak akan bisa menggunakan kartu kredit lagi selamanya jika riwayat kreditnya sudah terlampau parah atau sangat buruk.
8. Kredit Macet dan Skor Kredit Buruk
Kebiasaan para nasabah dalam melakukan transaksi gesek tunai tanpa adanya Batasan limit penarikan dana akan membuat mereka mengalami resiko kredit macet. Hal tersebut dapat terjadi karena para nasabah tidak dapat membayar cicilan. Keterlambatan pembayaran cicilan akan membuat para nasabah semakin terhimpit karena bunga pinjaman semakin membengkak.
Akibatnya, skor kredit para nasabah tersebut akan menjadi buruk dan aktivitas kredit macetnya tercatat di sistem regulator Bank Indonesia maupun OJK. Para nasabah yang tercatat di daftar hitam dalam data regulator Bank Indonesia dan OJK, pasti akan kesulitan saat akan melakukan pengajuan kredit maupun pinjaman di kemudian hari di Bank lain hingga nasabah tersebut selesai melunasinya.
9. Transaksi Tidak Terdeteksi
Dengan melakukan aktivitas gesek tunai kartu kredit, resiko yang akan didapat para nasabah cukup tinggi. Bagaimana tidak, transaksi gesek tunai ini seolah-olah adalah transaksi pembelian barang atau jasa melalui merchant, namun ternyata yang didapatkan oleh nasabah bukanlah barang atau jasa melainkan uang tunai.
Transaksi tersebut mengakibatkan Bank salah mendeteksi sehingga hasil deteksi tidak sesuai dengan transaksi yang sebenarnya terjadi. Transaksi tunai yang dilakukan ketika gesek tunai dicatat oleh Bank sebagai transaksi belanja. Sehingga ada akibat buruk yang terjadi yaitu data statistik Bank Indonesia menjadi kacau karena transaksi gesek tunai tersebut.
10. Merugikan Pihak Bank
Para nasabah diharuskan membayar biaya penarikan sebesar 4% atau minimal Rp 50.000 dari nilai transaksi apabila melakukan penarikan dana kartu kredit melalui ATM. Sementara, aktivitas gesek tunai kartu kredit termasuk menguntungkan para nasabah karena biaya penarikannya lebih murah. Para nasabah hanya diminta membayar 2-3% saja untuk biaya penarikan dana dengan gesek tunai.
Semakin maraknya aktivitas para nasabah melakukan gesek tunai, pihak Bank akan semakin dirugikan karena pendapatan Bank akan terputus. Pendapatan Bank biasanya diperoleh dari transaksi tarik tunai, namun aktivitas gesek tunai ini justru sangat merugikan pihak Bank karena tidak adanya pendapatan yang masuk. Tindakan tersebut dapat dilaporkan pihak Bank kepada OJK.
Bank yang bertindak sebagai jasa penyedia kartu kredit tidak mendapatkan keuntungan sama sekali apabila para nasabah terlalu sering melakukan aktivitas gesek tunai sehingga perputaran roda bisnis tidak berjalan lancar. Sehingga aktivitas gesek tunai yang dilakukan oleh para nasabah akan membunuh perputaran roda bisnis yang dijalankan pihak Bank penyedia kartu kredit.
Aktivitas gesek tunai tersebut dinilai oleh Bank sebagai tindakan ilegal sehingga riwayat kredit para nasabah menjadi kotor dalam data OJK. Apabila riwayat kredit para nasabah tersebut sudah ternodai, akan sangat sulit untuk mendapatkan pinjaman seperti KPR, KTA, hingga kredit multiguna sekalipun. Sehingga tindakan ilegal yang merugikan pihak Bank akan lebih merugikan para nasabah itu sendiri.
11. Bisa Terseret Kasus Hukum
Aktivitas gesek tunai yang semula dianggap hal biasa bagi para nasabah ternyata berdampak buruk ke depannya. Karena dianggap sebagai tindakan ilegal, pihak Bank akan melaporkan Tindakan tersebut ke Bank Indonesia yang berperan sebagai regulator sistem pembayaran di Indonesia. Bank Indonesia menindak tegas siapapun yang menggunakan jasa transaksi gesek tunai secara hukum.
Terdapat dasar hukum yang bisa menyeret para pelaku aktivitas ilegal untuk masuk ke dalam jeruji besi atau penjara. Hal tersebut disebabkan karena adanya kemungkinan para pelaku pencucian uang yang menyalurkan uang tunai kepada para nasabah yang melakukan aktivitas gesek tunai meskipun pencairan dana tersebut hanya untuk kebutuhan domestik.
Karena rawan tindakan kejahatan dan menimbulkan kerugian besar, maka Bank Indonesia menghimbau kepada para masyarakat agar melaporkan merchant yang masih melayani aktivitas gesek tunai ke pihak Bank Indonesia. Apabila masih saja melayani aktivitas gesek tunai walaupun telah diperingatkan, maka Bank Indonesia akan mencabut izin usaha merchant tersebut.